Kisah Pilu Sahabatku Saat Pandemi Covid19, Jaga Diri Ya!

 

Dear Temans,

Apa kabarmu? Semoga selalu sehat dan bahagia walau masih di rumah saja ya.

Dua hari lalu, aku sempat mengintip data Covid19 di internet dan agak melegakan karena wilayah Kabupaten Semarang rata-rata zona oranye, bukan merah mmbara seperti minggu sebelumnya. Tapi, tetap saja perlu waspada ya karena jika kita lengah keadaan bisa dengan cepat berubah.

Kisah Pilu Sahabatku Saat Pandemi Covid19,



Sayangnya, wilayah tempat tinggalku Ungaran masih termasuk zona merah dan membuatku masih was-was dengan perkembangan kasus yang melonjak. Impianku untuk pulang ke Bogor menengok orangtua sepertinya masih sebatas angan karena situasi yang tak kunjung membaik. Bogor bahkan kembali masuk zona merah dan diadakan pembatasan kegiatan lagi seperti dulu. Semoga orangtua dan adikku sehat selalu, aamiin.

Beberapa minggu lalu, sahabat Aldebaran anakku yang duduk di bangku SD, terkena Covid19 dan harus diisolasi mandiri bersama ayahnya di Rumah Singgah. Ayahnya tertular virus di kantornya dan tak hanya ia yang terkena. Banyak teman kantornya yang juga harus isolasi mandiri karena positif Covid.

 

Baca Juga: Manajemen Stres Saat Pandemi


Alhamdulillah, daya tahan tubuh anak berusia 9 tahun itu cukup baik dan bisa sembuh. Tak lama berselang, Mamanya sahabat Nailah juga dikabarkan terkena Covid19 dari teman sekantornya. Syukurlah, kondisinya normal dan ia diisolasi di rumah singgah di Ungaran. Suami dan kedua anaknya langsung diswab, Alhamdulillah ketiganya negatif. Beberapa minggu kemudian, ia dinyatakan sembuh dan boleh kembali ke rumah. Ya, Covid19 masih mewabah di Indonesia dan membayangi kita. Jadi, jangan kasih kendor, tetap waspada!

Yang paling membuatku miris adalah ketika seorang sahabatku D sejak kuliah mendadak memberi kabar kalau Ayahnya meninggal tiga hari lalu. Kami pun mengucapkan turut berbelasungkawa padanya. Nah, beberapa hari setelahnya, D menelpon suamiku mengabarkan kalau ibunya meninggal dunia. Lho, mungkin salah dengar kamu, Yang? Yang dimaksud ayahnya?

Perasaanku langsung nggak enak.

Kisah Pilu Sahabatku Saat Pandemi Covid19,

Akhirnya, lewat telepon sahabatku itu cerita panjang lebar. Ia cerita kalau beberapa minggu lalu, ia merasakan demam dan tidak enak badan. Bolak-balik ke dokter, dokter menyatakan gejala tipes. Ia pun berobat tapi tak kunjung sembuh. Demam dan batuknya berlanjut. Selanjutnya, ia mulai merasakan indera perasa dan penciumannya tak berfungsi. Segala makanan tak berasa. Ia juga tak bisa membaui parfum istrinya. Tenaga medis pun menyarankan untuk rapid tes.

“Jika hasilnya reaktif, langsung tes swab ya Pak,”

Deg. Bagaimana biayanya? Itu yang ia pikirkan karena swab tes tidak murah. Syukurlah, ternyata swab test dibiayai pemerintah dan ia sama sekali tak menyangka kalau hasilnya positif. Bahkan, tak lama setelah itu keadaannya memburuk dan ia merasakan sesak napas. Melihat hal itu, D pun segera dirawat di rumah sakit. Seluruh keluarganya pun diswab dan hasilnya istri dan kedua anaknya positif, sedangkan putra bungsunya negatif. Mereka diisolasi di rumah.


Baca Juga: Tips Keuangan Stabil di Masa Pandemi

 

Beberapa minggu di rumah sakit, akhirnya ia dinyatakan bebas Covid19 dan boleh pulang ke rumah. Betapa kagetnya ia ketika ia tiba di rumah dan sang istri memberitahu dengan terbata kalau Bapak dan Ibu sahabatku itu telah tiada! Keduanya meninggal hanya dua-tiga hari berselang.

 

Kisah Pilu Sahabatku Saat Pandemi Covid19,

Tak terbayang, betapa lemas segenap persendiannya. Tulangnya bagaikan dilolosi satu-persatu. 

Kedua orang tercintanya telah pergi tanpa pesan. Dan begitu tiba-tiba. Tak ada yang bisa memastikan dari mana mereka sekeluarga tertular virusnya, entah dari D atau dari istri yang tenaga kesehatan, ataukah dari sang bapak yang baru saja berobat ke rumah sakit dan di sana mendadak ditemukan pasien positif.

Jika dibandingkan kebosanan kita tinggal di rumah dan hanya rebahan melulu menatap langit-langit, apakah sebanding dengan penderitaan sahabatku sekeluarga? Penderitaan pasien di ICU, perjuangan para tenaga kesehatan yang memakai APD lengkap tanpa bisa makan, minum dan pipis berjam-jam, tanpa bisa pulang ke rumah karena khawatir menulari orang tercinta mereka?

Masihkah kita akan abai, nongkrong tanpa menjaga jarak, berkerumun di tengah keramaian, dan berolahraga di luar tanpa masker?

Kisah Pilu Sahabatku Saat Pandemi Covid19,

Sungguh, Miris dengan perkembangan yang ada saat ini. Banyak orang mulai mengabaikan himbauan pakai masker dan menjaga jarak. Di mana-mana, kafe dan restoran mulai ramai dikunjungi pelanggan. Tempat wisata pun mulai dibuka. Sayangnya, kita merasa sekarang adalah new normal sehingga abai dengan penggunaan masker dan menjaga jarak.

Sadarlah, sekarang adalah saat genting! Pertumbuhan kasusnya semakin melonjak bahkan dua hari berturut-turut ada 3000 kasus baru, dan jumlah korban meninggal di Indonesia sudah 7505 orang. Ya, Covid19 semengerikan itu!

Coba intip Twitter dan media sosial lain, masih berseliweran kabar duka para pasien,  tenaga medis mulai bergelimpangan dan dengan cepat kondisinya memburuk. Terhitung 100 an dokter meninggal selama pandemi ini. Beberapa rumah sakit tutup dan tidak menerima pasien lagi karena kewalahan mengurus lonjakan pasien. Kemarin, aku bahkan melihat info ketersediaan tempat tidur di ruang ICU untuk seluruh Jakarta hanya enam saja. Enam!


Baca Juga: 8 Pekerjaan di Internet


Ya, aku tahu orang mulai bosan di rumah. Ingin keluar rumah mencari hiburan. Ingin kembali bekerja dengan bebas. Anak-anak mulai diajak kembali masuk bersekolah. Tapi, dengan lonjakan pasien seperti ini apakah kita berani untuk piknik? Atau memasukkan anak kembali ke sekolah? Suasananya masih belum kondusif. Apalagi, vaksinnya belum tersedia.

Kita mulai bosan tinggal di rumah. Kita bosan dengan berita Covid19. Tapi, inilah kenyataan yang harus kita hadapi. Pikirkan bahwa kita mungkin saja OTG yang mungkin bisa membawa penyakit ini pulang ke rumah! Lebih baik kita bosan di rumah daripada bertangisan di rumah sakit tanpa bisa melihat jenazah orang tercinta kita dimakamkan. Naudzubillah.

Kisah Pilu Sahabatku Saat Pandemi Covid19,



Jadi, mari sadar diri, ingatkan keluarga dan sekeliling kita.  Pandemi akan usai hanya jika kita kompak dan saling jaga. Bersama-sama memeranginya.

Mari kita hadapi bersama-sama dengan cara saling mengingatkan, mengurangi keluar rumah jika kurang penting, mematuhi aturan protokol kesehatan dengan memakai masker saat keluar rumah, menjaga jarak dengan orang lain setidaknya 2 meter, tidak berlama-lama mengobrol dengan orang lain terutama di dalam ruangan yang ventilasinya kurang memadai. Memang bosan, tapi manusia adalah makhluk yang cepat beradaptasi dan cerdas. Bangsa Indonesia pasti bisa survive, melalui cobaan Allah ini dengan baik jika kita kompak saling menjaga.  

Foto: www.pexels.com

Dewi Rieka

Seorang penulis buku, blogger dan suka berbagi ilmu menulis di Ruang Aksara

23 Comments

  1. Ya Allah mbkk... Sedih banget. Kalo tau sumber tertularnya darimana kita bisa mawas diri ya, tapi kalo nggak tau ini bikin bingung juga. Semoga pandemi segera berakhir, aamiin

    ReplyDelete
  2. Ya Allah, semoga ortu beliau husnul khotimah ya Mbaaa
    Memang ini kondisi yg sangat beraaatt
    Kita terjerat bosan, tapi yaaa mau gimana lagi
    Harus tetap bisa berdamai dgn keadaan

    ReplyDelete
  3. Turut berdukacita. Di luar sana masih banyak banget yang abai dan mikir kalau covid 19 gak ada atau dibuat-buat. Kalau keluarga atau orang terdekat kena, baru menyesal

    ReplyDelete
  4. Saya juga speechless dengan banyaknya yang abai sekarang ini.

    Semoga Allah menguatkan sahabat Mbak Dedew ya. Berasa dipukul telak rasanya, dua orang tua meninggal tiba-tiba. 😢

    ReplyDelete
  5. Subhanallah banyak juga kenalanmu yng terkena virus ini, ya. Semoga dengan membaca artikel ini kewaspadaan kita semua makin meningkat.

    ReplyDelete
  6. Aku turut prihatin dengan teman Mbak Dedew. Kehilangan kedua orang tua lalu juga kena. Mata rantainya sudah kelihatan banget sih ya. Semoga teman-teman yang membaca artikel ini gak pernah abai ya bahwa covid adalah ancaman nyata. Jangan pernah anggap enteng. Semoga teman Mbak Dew segera sembuh, keluarganya juga, dan dia kembali beraktivitas seperti biasa. Amin

    ReplyDelete
  7. Nyesek bacanya :(
    Jangankan makan dan nongkrong di resto, belanja di tukang sayur aja saya masih minta delivery, soalnya ibu2 suka desek2an kan mana mungkin bisa jaga jarak...

    ReplyDelete
  8. Reminder juga ini untukku agar selalu tetap setia di rumah, kadang kalau lihat orang-orang tuh berasa kita nih yang di rumah tuh juga berjuang loh dengan mengurangi penyebaran virus.

    ReplyDelete
  9. Semoga kita semua bisa sehat selalu ya, mbak. Tetap jaga protokol kesehatan, jangan sampai kendor pakai masker dan senantiasa jaga kesehatan. Semoga pandemi ini cepat berlalu.

    ReplyDelete
  10. Ya Allah 😔 semoga segera ditemukan vaksinnya dan virusnya segera minggat dari bumi kita 😔 aku tak tahu harus ngomong apa lagi selain doa semoga kita semua diberikan kesehatan dan juga keselamatan.

    ReplyDelete
  11. Udah banyak yg lengah jg disini mba. Paling susah itu kalo kita udah disiplin tp org2 sekeliling kita ignorant n sering bertamu ke rumah. Heu

    ReplyDelete
  12. Innalillahi wa'innailaihi roji'un. Ya Allah, Mbak... itu D pasti rasanya lemas sekali. Rasanya rontok jiwa dan raganya. Semoga Allah menggantikannya dengan hal-hal jauh lebih indah. 😭😫

    Covid-19 ini nyata banget tapi orang-orang seakan sudah lupa dan abai tentang penggunaan protokol kesehatan. Saya jadi sebel lihatnya. Promosi wisata sudah bertaburan, sudah desak-desakan lagi.

    Sama juga di daerah saya. Kasus positif juga meningkat. Dari yang tadinya masih 4 orang yang dirawat, eh, sekarang malah jadi 24 orang yang positif. Kan ngenes rasanya.

    ReplyDelete
  13. Sedih bacanya ya mbak, karena masih banyak yang abai tidak menggunakan masker. ini di kantor suami juga ada yang sakit batuk pilek dan masih aktif ngantor, akhirnya ketika dinyatakan positif semua harus di rapid tes. alhamdulillah semua hasilnya negatif.

    ReplyDelete
  14. Batam juga zona merah. Di Kecamatan saya beberapa bulan lalu masih zona hijau eh sekarang udah zona merah. Sedih jadi makin ketat lagi.

    ReplyDelete
  15. nggak kebayang gimana perasaan temennya mak.. huhu. sekarang memang kita semua harus mawas diri ya mak.. kasus makin tinggi, tapi kesadaran makin berkurang.. huhu

    ReplyDelete
  16. Semoga pandemi ini lekas berlalu... tenaga kesehatan diberi kekuatan... kita juga patuh terhadap protokol kesehatan...


    Al Fatihah untuk orang tua temannya... semoga dilapangkan kuburnya dan keluarga yang ditinggal semakin tabah...

    ReplyDelete
  17. Saya kok gak percaya zona kuning, ijo, merah itu mak, soalnya kyknya kok abang kabeh huhu.
    Semoga temannya lekas diberikan kesembuhan.
    Iya mbak, kalau punya privilige utk tetap bisa di rumah sebaiknya dimanfaatkan dengan baik, supaya org lain yg emang keluar krn pekerjaan bisa lbh mudah jg ya. Sayangnya banyak org mulai bosan dan dengan entengnya berkegiatan di luar tanpa peduli ada apndemi ada gak :(

    ReplyDelete
  18. Innalillahi wa'innailaihi roji'un.
    Semoga Allah melapangkan kuburnya dan memberikan kekuatan bagi keluarga yang ditinggalkan.

    Sudah semakin ke sini, rasanya memang banyak masyarakat yang uji nyali.
    Semoga kita semua senantiasa diberi kesehatan dan kekuatan.

    ReplyDelete
  19. Sediih banget, mbak. Aku nggak kebayang deh kalau ngalamin hal serupa gimana perasaannya. Semoga kita semua selalu sehat ya, yang penting patuhi protokol kesehatan. Jangan bandel.

    ReplyDelete
  20. Di sinilah kadang jengkel kalau ada orang yang sembrono bersin dan batuk sesukanya tanpa masker
    Pun dikasih tahu ngeyel ngga abis abis
    Surabaya 300an guru positif habis swab
    Gimana coba

    ReplyDelete
  21. Sedih mbak, bacanya. Banyak yang masih abai dengan bahaya penyakit ini. Padahal dengan disiplin rajin memakai masker dan jaga jarak, bisa mengurangi prosentase penularan sangat besar. Semoga cerita ini banyak yang baca, agar banyak yang terketuk hatinya, untuk disiplin menjaga diri dan keluarga

    ReplyDelete
  22. Turut prihatin, Mbak. Makin ke sini, yang terkena Covid-19 semakin rapat ke lingkaran terdekat kita :(

    ReplyDelete
  23. Betul mba, kalo ngga penting-penting amat mending di rumah aja lebih aman.
    Anak-anak juga saya jaga betul, ngga bawa pergi ke tempat ramai soalnya imun anak kecil masih lemah.
    Selama vaksinnya belum disebarluas secara umum, menurut saya kondisi sekarang tetap bahaya buat aktivitas bebas di luar rumah.

    ReplyDelete
Previous Post Next Post