Perempuan Indonesia Harus Melek Politik

Dear Teman, 

Kalian sering nggak sih menemukan komentar anak abah atau termul ketika ada konten yang membahas politik di media sosial? Lelah ya bacanya, bayangkan ratusan juta penduduk Indonesia dikotak-kotakkan menjadi hanya dua kubu Anak Wabah dan Termul. Jadi ingat, pemilu sebelumnya terminologi Kadrun dan Cebong. Capek pisan.

Beberapa bulan belakangan ini, memang tak mudah bagi rakyat Indonesia. Tiap hari, rasanya berita buruk melulu yang kita terima. Mulai dari kasus diplomat yang meninggal di kos, PHK masif, siswa-siswa sekolah keracunan MBG, korban pinjol dan judol berjatuhan, pengetatan anggaran hingga wakil rakyat yang dapat tunjangan diluar nalar. Akhirnya, masyarakat yang tak puas dengan keadaan ini pun berdemo. 

Perempuan harus melek politik

Masif sekali berita yang kita terima saat demo besar-besaran berlangsung. Berita benar dan bohong campur-aduk. Serbuan informasi ini memang melelahkan apalagi campur tangan buzzer atau influencer yang membuat konten yang menyesatkan serta banyak pengikutnya. Gemas banget. Akibatnya, ya kita makin terpecah-belah dan jadi dua kubu. Lho, pengikut Pak Ganjar mana dong? Kok nggak diajak? Hehe. Perasaan, pemilu sudah lama berlalu kok pada belum move on sih?

Jangan Asal Bunyi, Pak, Bu!

Belum lagi, orang-orang pemerintahan dan dewan yang asal bunyi menanggapi pertanyaan wartawan. Pernyataan-pernyataan tak punya hati mereka malah membuat rakyat sakit hati. Misalnya saja, ketika harga beras melonjak, oleh menterinya kita disuruh makan singkong dan lainnya. Menanggapi fenomena #KaburAjaDulu, pak menteri malah tersulut, rakyat malah diusir dan tak usah kembali lagi, katanya huhu.

Hm, apakah jawaban mereka menyelesaikan masalah? Apakah itu jawaban yang bijak? Yang ada, malah memperkeruh suasana, ya. Hadeh, pas mereka retreat di Magelang, mereka dapat materi pembekalan apa sih? Nggak ada materi public speaking ya? Banyak benar yang blunder. Katanya, mereka orang-orang pintar yang dipilih khusus untuk menyelesaikan program untuk kesejahteraan masyarakat. Masa ngomong saja papipu? Bisa kan, menjawab dengan bijak dan menenangkan? Misalnya Uya Kuya, bisa kan dia jawab oh waktu itu joget pas rehat sidang sebentar untuk merilekskan tubuh. Bukannya malah bilang, saya kan artis..jeder.

Uniknya lagi, orang yang mengkritisi kebijakan pemerintah dan legislatif dicap anak wabah. Dianggap ingin menaikkan junjungannya memimpin negara. Hadeh, bagaimana caranya si bapak bisa naik? Hihi, asal bunyi deh kubu sebelah. Halunya luar biasa jadi penulis novel online saja kayak aku, Bang. 

Kebebasan Berpendapat

Padahal, kebebasan berpendapat adalah hak setiap warga negara di Indonesia. Negara kita masih menganut demokrasi kan, belum jadi kerajaan? Kenapa setiap kita berpendapat mengkritisi pemerintah dan dewan perwakilan dianggap mau merusuh?

Masyarakat berpendapat mengkritisi kebijakan pemerintah dan dewan agar programnya lebih baik dan menyentuh masyarakat banyak. Eh, malah difitnah jadi anak abah yang iri karena kalah pemilu. Cuma bisa geleng-geleng kepala. Pokoknya, bapaknya nggak boleh disenggol. Boleh menggeruduk DPR tapi si bapak nggak boleh. Dia nggak tahu apa-apa. Buset, bela pejabat kayak bela agama? Jadi bertanya-tanya, apakah mereka semua buzzer demi rupiah, atau murni memang pemuja pejabat? Hihi. 

Kalian pikir, pasti yang membela pejabat dan pemerintah mati-matian ini hidupnya semuanya sejahtera ya. Pasti pekerjaannya mapan, sembako aman, tabungannya juga banyak di bank sampai jadi tone deaf nggak merasakan lagi kesulitan masyarakat. Pas lihat akunnya, eh ternyata dia juga mengeluh dagangannya nggak laku-laku. Hmm, orang-orang bersuara juga karena merasa keadaan ekonomi saat ini makin sulit, Bu! 

Paling lucu ketika ada yang berkomentar begini setelah mengatai-ngataiku goblok karena aku menulis bela pejabat kayak bela agama: 

Perempuan harus melek politik



Aku jadi tercengang, serius ini? 

Ibu itu mengomentari sepak-terjang para influencer yang berusaha mengedukasi warga, juga orang-orang yang bersuara di medsos dengan julidnya, tanpa memahami kalau yang mereka perjuangkan itu sama seperti keinginannya? Ya, orang-orang lagi memperjuangkan hakmu, Bu! 

Ya, jadi paham kan. Memang ada yang julid dan pemuja pejabat, tapi lebih banyak lagi yang sebenarnya tidak paham kalau politik itu bersinggungan langsung di dalam kehidupan kita sehari-hari.  

Perempuan harus melek politik

Perempuan Indonesia Harus Melek Politik

Termasuk kita, para ibu yang mengurus keluarga di rumah. Naiknya harga sembako, naiknya berbagai pajak, hingga mahalnya biaya kuliah anak adalah bagian dari kebijakan pemerintah. Dan terkadang, kita sebagai ibu kurang paham. Malas ah, bahas politik, berat dan bikin pening. Politik itu kotor, ada juga yang berpendapat begitu. Ketika kita merasakan efek kebijakan pemerintah, akhirnya kita jadi paham oh politik itu penting. Perempuan ternyata harus melek politik dan kita nggak boleh alergi. Bersama-sama, kita kawal kebijakan para pejabat dan anggota dewan terhormat. 

Jika ada yang menyimpang, boleh lho berisik. Sendirian, mungkin kita tak didengar. Soalnya, di negara ini kalau nggak viral nggak ramai. Maka, para netijen berisiklah di media sosial bersama-sama agar suara kita terdengar. Jika lembaga legislatif sebagai wakil rakyat ternyata kurang mampu mengawasi jalannya pemerintahan sesuai tugasnya, tugas kita sebagai netizen untuk tetap kritis akan setiap program dan kebijakan yang ada.

Dimulai dari Keluarga

Perempuan, Ibu adalah madrasah pertama anak. Di tengah berita keserakahan oknum pejabat dan pengusaha yang korupsi gila-gilaan, kita jangan hanya bisa mengurut dada. Kita fokus pada pendidikan anak tak hanya akademik, tapi juga moral dan spiritualnya. Kita jaga keluarga dan lingkungan kita. 

Ajari anak betapa pentingnya kejujuran dan integritas sejak dini di rumah. Pentingnya jadi orang jujur dan berintegritas. Jangan hanya sekadar nasehat, Bapak dan Ibu harus memberikan contoh yang baik pada mereka. Jangan mengajari anak tak boleh bohong, tapi ketika ada tamu yang mencari kita, kita suruh anak bilang kita nggak ada, lagi pergi! 

Diskusi dengan anak layaknya sahabat, pentingnya kejujuran. Ajak anak-anak kita membaca buku tentang keteladanan Rasulullah dan para tokoh perjuangan bangsa seperti Pak Hatta dan Pak Syahrir. Agar anak-anak tahu bahwa kejujuran itu penting dan banyak tokoh Islam dan pejuang bangsa yang masih memegang teguh kejujuran dan integritas ini. Semangat ya, Ibu-ibu!

Sumber Foto: IqbalStock, Pixabay.com

 

 

Dewi Rieka

Seorang penulis buku, blogger dan suka berbagi ilmu menulis di Ruang Aksara

Post a Comment

Previous Post Next Post