Melepas KDRT, Menjadi Perempuan Tangguh Yang Bahagia

Dear Teman,

Minggu lalu, seorang teman di Bogor bercerita kalau suaminya selingkuh dan ia mengalami KDRT dari suaminya ketika mengonfrontasi hal itu. Lengannya sampai terkilir karena dipelintir dan wajahnya memar karena tamparan suaminya yang kalap. Parahnya, anak tunggalnya menyaksikan kejadian itu di rumah mereka. Suara teriakan suaminya membahana hingga tetangga sebelah rumahnya pun ikut mendengar keributan sore itu.

Melepas KDRT, Menjadi Perempuan Tangguh Yang Bahagia
Stop KDRT Menjadi Perempuan Tangguh Yang Bahagia


Rasanya aku tak berdaya. Bingung mau memberikan saran apa kepada temanku  Aku hanya bisa mendengar ceritanya. Hingga suatu hari aku mendapat informasi dari Marita, blogger Gandjel Rel yang juga kru Ruang Bicara tentang webinar yang diadakan Ruang Bicara. Aku pun semangat mengajak temanku untuk ikut acaranya. Terima kasih ya, Ririt. 

Kisah Penyintas KDRT Dini Surya Yang Bikin Merinding

Hari Sabtu (20/11) aku mengikuti webinar yang diadakan Ruang Bicara atau Rubi Semarang topiknya Melepas KDRT, Menjadi Perempuan Tangguh Yang Bahagia.Moderatornya adalah Mbak Indah Laras, leader Ruang Bicara. 

Ruang Bicara adalah wadah sekaligus teman untuk perempuan bicara. Digawangi oleh enam perempuan hebat yaitu Mbak Indah Laras, Dini Surya, Dian Eka, Marita Ningtyas, Rahma Wahyu dan Niya Tulus. Enam perempuan berbagai profesi ini memiliki impian yang sama untuk menjadi teman perempuan berbicara. seperti kata Rahma Wahyu di IG @ruangbicarasmg, "Ruang Bicara adalah rumah untuk berbagi cerita dan rasa. Tempat belajar untuk membangun kesadaran dan kepekaan hati nurani."

Melepas KDRT, Menjadi Perempuan Tangguh Yang Bahagia

Sebagai pembicara pertama hadir Mbak Dini Surya dari Surabaya penyintas KDRT dan juga Ambassador WSDK. Dini yang cantik ini telah mengalami KDRT dari mantan suaminya selama 12 tahun. 

Baca Juga: Kenali Child Grooming, Jaga Anak Kita 

Tanda-tanda kekerasan mulai muncul di tahun ketiga pernikahannya. Awalnya, suami suka merundungnya secara verbal dengan kata-kata kasar dan merendahkan. Lama-lama, kekerasan ini meningkat mengarah ke fisik yaitu mendorong. Karena kurangnya edukasi, Dini tidak mengerti kalau hal itu sudah termasuk KDRT. Ia hanya menerima saja perlakuan itu dengan pasrah. Apalagi, budaya di lingkungannya saat itu istri harus mematuhi perintah suami dan derajat lelaki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Istri harus menomorsatukan suami. Jadi, ia merasa seperti sudah tercuci otak dan jadi banyak pemakluman. Ya sudah deh, nanti juga berubah.  Saya pasti bisa mengubah dia. Tapi, sampai kapan?

Perbedaan pendapat makin meruncing akhirnya banyak memendam perasaan. Seiring itu, kekerasan makin meningkat dari tamparan hingga kekerasan lainnya. Misalnya kalau tidak sesuai keinginannya, suaminya akan marah. Sehingga terbentuk pola yaitu melakukan kekerasan, minta maaf, suasana tenang dan damai, lalu kembali lagi ke tahap pertama yaitu marah dan mengamuk jika sesuatu tidak sesuai keinginan suami dan kembali melakukan kekerasan. Polanya selalu sama dan hidup Mbak Dini pun tidak tenang hidupnya.

Ia pun berusaha mencari bantuan konsultan pernikahan dan psikolog tapi buntu karena suaminya merasa ia tidak salah apapun. Mbak Dini pun berusaha mencari bantuan sendiri mulai dari konsultan pernikahan hingga melakukan yoga untuk menyembuhkan perasaannya, berusaha agar ia tetap waras dan tidak kehilangan jati dirinya.

Melepas KDRT, Menjadi Perempuan Tangguh Yang Bahagia

Kadang kita gemas ya kenapa sang istri sudah mengalami KDRT tetap bertahan? Ya, karena memang tidak mudah untuk keluar dari lingkaran kekerasan tersebut. Korban akan merasa terjebak dan tak berdaya, banyak pemakluman seperti Mbak Dini di awal KDRT dan harapan agar suami bisa berubah.

Titik balik Dini untuk mencari bantuan adalah ketika nyawa anaknya menjadi taruhannya. Anaknya masih kelas 5 SD dibanting ke lantai oleh ayahnya. Jatuhnya posisi dada dan dagu membentur lantai. Dini merasa hal ini sudah tak bisa ditolerir lagi karena suaminya sudah berani memukul anak-anak. Setelah kejadian itupun, Ia sempat pingsan dipukul mantan. Rumah pun dipasangi tujuh CCTV untuk mengawasinya dan anak-anak.

Ia ingin bercerai tapi mantan suaminya semakin brutal dan mengancam dengan berbagai cara. Mantan suami mengancam untuk merebut hak asuh anak jika Dini berani cerai. Saat kejadian anak dibanting pun, ia ingin visum dan lapor polisi tapi mantan terus mengancam. Maka ia pun kembali pulang ke rumah. Untunglah, ia dibantu teman-temannya untuk akhirnya berani pergi dari rumah bersama anak-anak dan melapor pada di Polda Jawa Timur. Ia dan anak-anak sempat tinggal di safe house Polda selama polisi mengusut kasusnya. 

Setelah mengikuti berbagai terapi, Dini akhirnya menyadari sebenarnya sudah ada tanda-tanda mengarah ke sana sejak mereka pacaran. Diantaranya adalah pembatasan aktivitas dan over protektif. Mantan suaminya merasa Dini adalah properti dan milik mereka hingga posesif.

Untuk itu, Dini mengingatkan pada para istri yang mengalami KDRT, semua bisa keluar dari situasi sulit itu syaratnya harus mau dan harus tahu caranya. Harus punya keyakinan kalau kita memiliki pilihan untuk hidup bahagia.

Menurut Dini, ia pun memutuskan keluar dari KDRT ini karena ia tak ingin kesehatan mental anaknya terganggu. Ia ingin memutus rantai kekerasan ini agar tidak terjadi pada anaknya. Ada beberapa penyebab istri korban KDRT tak bertindak karena menganggap perceraian aib, kasihan anak-anak jadi korban broken home, tidak punya penghasilan sendiri. Padahal  jika ibu tak bahagia, maka anak-anak otomatis takkan bahagia. Kesehatan mental anak bisa terdampak. 

Pentingnya Mendidik Anak Punya Kepercayaan Diri

Dari pengalaman pribadi Dini Surya, menurut Psikolog Mbak Nugraheni Ariati M.Psi, yang akrab dipanggil Mbak Nunik ini menekankan pentingnya kita mengajari dan mendidik anak agar mereka bisa mandiri, percaya diri dan berani memiliki pendapat sendiri. Perbaiki cara berkomunikasi dengan anak, mereka harus memiliki pendapat sendiri jadi jangan bangga kalau anak menurut saja pada keinginan kita.

Melepas KDRT, Menjadi Perempuan Tangguh Yang Bahagia

Jika teman kita mengalami KDRT, salah satu cara yang bisa kita lakukan menurut Nunik adalah membantu teman untuk menyelesaikan emosi yang ada di masa lalu. Siapa tahu ada masalah di masa lalu yang membuatnya merasa tak berdaya, tak punya kekuatan untuk keluar dari situasi tak nyaman. Atau ia merasa tak layak dicintai sehingga wajar jika mengalami perlakuan kasar tersebut dari suaminya.

Sama seperti uraian dari Dini Surya, menurut Nunik ada pola kekerasan pelaku dan korban biasanya terus menganggap  kekerasan itu hal biasa, lalu memaafkan si pelaku dan hal ini berulang terus hingga korban berani untuk keluar dari lingkaran setan ini.

Bagaimana Mendeteksi Calon Pasangan Sebelum Menikah?

Ya, Pacaran lama tidak membuat kita jadi kenal betul pribadi calon kita. Seperti Dini yang mulai mengalami kekerasan setelah tiga tahun pernikahan.

Awalnya, mungkin sifatnya baik-baik saja, lalu kemudian mulai melakukan kekerasan verbal seperti menghujat, memaki dan memutar balikkan fakta lalu berlanjut kepada kekerasan fisik.

Kita tidak bisa tahu bagaimana pola keluarga tiap orang yang terbentuk dari masa lalunya.  

Untuk itu, Kita harus mengetahui rule  atau aturan yang dimiliki keluarganya. Dari sana kita bisa mengetahui kecenderungan prevalensi akan ada KDRT kelak atau tidak. Kita harus berusaha mengenali pola komunikasi keluarga calon suami kita. Bagaimana komunikasi dalam keluarga calon suami?

Bagaimana dengan link society keluarganya? Apakah tertutup atau jarang berinteraksi dengan keluarga lain atau mereka terkenal mudah bergaul dan bersosialisasi? Kalau jarang bersosialisasi dan sangat tertutup, terbayang bagaimana anak itu tumbuh.

Emosi Yang Terpendam Menimbulkan Penyakit Fisik

Pembicara berikutnya adalah Mbak Gina Shabira P.SST, seorang terapis khusus perempuan. Menurutnya, Korban KDRT yang menjadi kliennya kebanyakan datang dengan perasaan tak berdaya. Ternyata, ada yang salah dengan pola asuh yang membuat mereka tak berdaya.

Melepas KDRT, Menjadi Perempuan Tangguh Yang Bahagia
Terapis Gina Shabira

Yang ia pelajari, ada pola yang sama dengan korban dengan orangtuanya. Jika keluarga mengalami perceraian, entah kenapa anak mengalami hal yang sama. Begitu juga dengan istri yang mengalami KDRT, ternyata ada keluarganya yang mengalami hal sama. Ada pola yang berulang. Untuk itu, ia berusaha mengajak kliennya untuk koreksi diri dan evaluasi karena tidak tahu apa penyebab hal itu terjadi.

Menurut Gina, emosi yang terpendam bisa menimbulkan penyakit fisik. Kita sering mendengar bahwa 80% penyakit fisik berasal dari emosi yang tertimbun. Saat kita sakit, sebelum cek pola makan dan lainnya coba cek keadaan emosi diri kita dulu.

Menurut Gina, orang yang overthinking akan melemahkan limpanya. Perasaan ketakutan yang berlebihan akan melemahkan ginjal. Cirinya diantaranya kulit kering dan rambut rontok. Jika kita selalu kesal, marah, benci tapi nggak bisa berbuat apa-apa maka bisa mengalami lever dan gangguan darah seperti diabetes.

Penyakit usus dan paru-paru timbul karena kesedihan mendalam dan ada defensif. Jantung dan usus halus lemah karena ngotot, bisa jadi tekanan darah tinggi dan diare. Ya, Tubuh memberikan alarm karena emosi yang kita pendam. Karena itulah, mengapa korban KDRT sering mengalami penyakit fisik. Seperti Dini yang mengalami asam lambung naik, karena overload tuntutan  dari suami. Tubuhnya pun jadi kurus karena kurang tidur hingga menyerang liver dan masuk IGD.

Gina juga mengajarkan bagaimana cara sending love pada orang lain agar bisa mengalami perubahan positif. Cara sending love misalnya setelah selesai salat, atau saat mustajab doa bayangkan orang tua atau atau siapa pun yang kita mau healing. Bayangkan orangnya, lalu sending love, sambil berbicara pada Allah.

“Ya Allah, kau Maha Tahu trauma apa yang ada pada dia lewat tangan ini izinkan cinta dan kasih sayang-Mu dan hamba,”

Kemudian, ucapkan doa-doa baik pada Allah agar melembutkan hati, dan menjaga iman Islam orang yang kita sending love tadi. Lepaskan energi positif.

Lembut Bukan Berarti Lemah

Pembicara terakhir adalah powerful duo Lia Nurlianty dan Ayu Aulia Sadiah dari WSDK Indonesia. 

Keduanya berbagi tentang gerakan yang bisa kita pelajari dan lakukan berulang hingga menjadi gerak refleks kita saat mengalami kekerasan. Dengan gerakan ini, kita bisa melakukan perlawanan.

Gerakan yang dipelajari di WSDk ini tak hanya untuk perempuan tapi juga untuk anak-anak. Perlawanan itu tak mesti melakukan perlawanan fisik tapi bisa melalui verbal atau bahasa tubuh misalnya pandangan mengancam dan berteriak.

Melepas KDRT, Menjadi Perempuan Tangguh Yang Bahagia

Ya, walaupun kita hanya bisa  berteriak itulah merupakan perlawanan dari seorang perempuan untuk membela dirinya. Gerakan WSDK membuat kita berani melawan yang menindas kita. Jika diulang terus-menerus, maka gerakan bela dirinya agar menjadi refleks. Pelaku biasanya melakukan intimidasi dengan menoyor, dan ucapan kasar secara verbal. Gerakan yang dipraktekkan sebenarnya sederhana diantaranya gerakan menggaruk, mendorong, hingga mengkepret.

Para peserta webinar pun diajak berlatih gerakan dasar ini dengan penuh keseruan karena harus sambil teriak penuh semangat, hehe. Dengarkan saja kata-kata yang dirapal sebelum melakukan gerakan: Lembut bukan berarti lemah. Dalam kelembutan tersimpan kekuatan. Wow.

Teknik Self Healing dari Nunik

Sebagai penutup acara, Mbak Nunik juga membagikan teknik self healing yang bisa kita praktekkan sehari-hari agar perasaan lebih tenang dan tentram. Pesan Nunik, bagi yang sedang mengalami KDRT, dengarkan inner voice kita, kita sudah tahu apa keputusan kita sebenarnya hanya saja kita terlalu takut untuk bertindak.

Melepas KDRT, Menjadi Perempuan Tangguh Yang Bahagia

Kita bisa ke terapis dan psikolog untuk mendapatkan bimbingan seperti yang dilakukan Dini Surya. Kita bisa mencoba melakukan self healing untuk menyadari diri sendiri, bahwa kita punya pilihan untuk mengambil tindakan agar kita bisa hidup bahagia.

Berikut caranya:

Pejamkan mata dan rileks.

Tarik nafas panjang lewat hidung dalam hitungan 4, tahan  nafas dalam 7 hitungan dan keluarkan lewat mulut perlahan dalam 4 hitungan.

Kemudian lakukan body scanning apa yang kita rasakan di tubuh kita. Mulai dari kepala hingga jari kaki, ada sensasi apa yang kita rasakan? Rileks. Adakah ketegangan tertentu? Fokus pada tubuh kita sendiri.

Hadirkan di bayangan kita, sosok diri sendiri di usia berapapun.

Bagaimana penampilannya, sedang apa dia? Perlahan sapa dia, hai diriku, hai Dewi.

Hai diriku apa kabarmu hari ini? Lihat ekspresi wajahnya. Bagaimana perasaanmu? Apa yang kau lakukan hari ini?

Sapa dia seperti kita ingin disapa setiap hari. Apa yang ingin kamu lakukan hari ini?

Jika belum ada jawaban, dekati dia dan minta izin dan sentuh dia. Dengarkan, jangan dipaksa. Bolehkah aku memelukmu? Berikan kenyamanan.

Katakan, kita selalu hadir untuk menemani dia, mendengarkan dia. Harimu indah hari ini, kamu boleh memilih kehidupan yang kamu inginkan, aku akan menemanimu. Silakan kalau kau ingin pergi, aku akan kembali lagi dan mendengarkanmu tiap hari. Ucapkan selamat tinggal dan kuatkan dia.

Kembali ke ruangan, tarik napas perlahan tiga kali dan buka mata pada hitungan ketiga.

Dengarkan inner voice kalian untuk lebih kuat dan untuk membantu diri sendiri. Jika kita tidak kuat cari orang terdekat, sahabat, psikolog untuk membantu kita. Bahagia ada dalam diri kita. Kita yang bisa membuat diri kita bahagia. Bahagia kita sendiri yang cari. Kita punya pilihan untuk terus berbahagia. 

Foto: Ruang Bicara dan Pixabay.com

 

 

 

Dewi Rieka

Seorang penulis buku, blogger dan suka berbagi ilmu menulis di Ruang Aksara

38 Comments

  1. Terima kasih ulasannya... jadi nambah ilmu. ❤

    ReplyDelete
  2. Thanks a lot mbak Dedew sudah mengulas acaranya. Semoga bermanfaat buat temannya dan perempuan2 lain di luar sana :) Ijin share yaks :)

    ReplyDelete
  3. Wah bener banget ini perempuan gak boleh lemah apalagi menyerah begitu saja dengan KDRT, kita harus tangguh. Mantap ini motivasinya, terima kasih.

    ReplyDelete
  4. Dini Surya ini sahabat aku mbaaa

    Kami sama² kerja d salah satu redaksi koran besar d Surabaya pas zaman kuliah

    Aku saluuttt dgn ketangguhannya!!

    ReplyDelete
  5. Miris sekali kalau mendengar cerita tentang kdrt ini
    perempuan harus berani melawan ya klo mengalami tindak kekerasan seperti itu

    ReplyDelete
  6. Seringnya sih perlakuan kasar pasangan dimaklum dan memberi harapan untuk berubah. Seperti temanku ada yang sejak pacaran sudah tampak perlakuan kurang mengenakan dari pasangannya, tapi selalu dimaafkan dan berharap akan berubah jika menikah nanti. Padahal menurutku itu udah toxic yang ngga usah dilanjutkan.

    Menurutku kalau cari pasangan lihat tabiatnya saat ia sedang bersama keluarga dan teman2nya, bagaimana di memperlakukan mereka. Karena setelah menikah rasa yang katanya cinta akan mengalami perubahan berada di titik biasa aja, jika perasaan itu tidak dirawat. Mungkin ketika rasa cinta itu mulai berubah, maka sifat asli pun akan semakin tampak jelas. Mungkin begitu.

    ReplyDelete
  7. Setuju mba, bahagia itu harus diusahakan ya. Aku ingat masa kecil, teman aku dikasarin sama bapaknya. Itu pertama kali aku tau kalau orang tua kok ada yg kayak gitu ya. Sedih rasanya. Awalnya mamanya dipukul lama kelamaan dia kena juga...semoga cukup kasus2 kayak gini.

    ReplyDelete
  8. Masya Allah merinding mba bacanya, setuju sekali bahwa kita perempuan punya pilihan hidup untuk bahagia.

    ReplyDelete
  9. Masya Allah, salut Ruang Bicara. Edukasi seperti ini perlu memang perlu buat para perempuan yang mengalami KDRT. Salut sama Mbak Dini, semoga selalu bahagia, Mbak.Salut bisa keluar dari keadaan yang sulit di masa lalu.

    ReplyDelete
  10. Aku miris baca kasus Mbak Dini, syukurlah semua sudah berakhir. Senang ada Ruang Bicara yang bikin webinar dengan tema melepas KDRT menjadi perempuan tangguh yang bahagia ini. Ada banyak perempuan di luar sana yang masih bertahan meski sudah habis-habisan. Semoga upaya dari Ruang Bicara ini bisa makin meluas dan membantu para korban KDRT

    ReplyDelete
  11. thank you mom udah sharing....

    ReplyDelete
  12. Refleksi yang bagus, Mbak Dedew. Perempuan memang kadang lebih banyak memendam perasaan, ya. Mau curhat ke teman, takut jadi bahan pergunjingan. Kehadiran kelompok seperti Ruang Bicara ini penting banget buat penyembuhan diri dan penyemangat para perempuan yang butuh teman bicara.

    ReplyDelete
  13. Huhuhu sedih banget, jujur Aku sering banget dengar seperti ini yang kadang bikin Aku khawatir untuk menikah karena ga semua bisa mendapatkan pasangan yg benar2 tulus menyayangi
    Dan aku jadi merenungkan emosi yang terpendam bisa bikin dan menimbulkan penyakit fisik

    ReplyDelete
  14. Ngeri juga ya mak. Kalo sampai ada yang terluka fisiknya meski luka psikis juga fatal. Btw bagus nih dicoba self healingnya. Moga bisa ngilangin stres juga ya

    ReplyDelete
  15. Tidak mudah memang ya jika mengalami masalah kdrt dan hendak keluar dari lingkungan itu. Apalagi tinggal di daerah yang masih terbelakang pemikiran nya.
    Sharing seperti ini pastinya sedikit banyak bisa memantapkan korban kdrt untuk bisa mengambil keputusan.

    ReplyDelete
  16. Allahuakbar itu ayahnya banting anaknya? hati ibu mana yang ga remuk melihat buah hatinya digituin meski sama ayahnya sendiri..ya Allah kebayang perasaan mba Dini alhamdulilahnya bisa lolos dan lapor ya mba :( yang begini makanya butuh banget teman2 support ya

    ReplyDelete
  17. Ya Allah entah kenapa aku kudu nangis baca ini 😭😭 Semoga Allah menguatkan perempuan-perempuan di luar sana yang sedang bermasalah dengan suaminya dan keluarganya

    ReplyDelete
  18. Kalau begini Kita memang harus bisa utk memilih pisah ya .... KDRT itu kenapa masih bnyak y mba,, sedih bngt bacanya. Sekarang bnyk lembaga yg bisa buat Kita Diskusi paling tidak Kita hrs berani bicara sana keluarga

    ReplyDelete
  19. Huhu sedih ya kalau ada keluarga yang terkena dampak kdrt mbak, karena keluarga dibina bukan untuk menjadi samsak atau arena tinju, tapi untuk mendapatkan sakinah ketenangan. semoga tidak ada lagi keluarga yang bercerai gara-gara suami atau istri yang tidak amanah menjaga keutuhan keluarga. suami yang kasar harus ditindak tegas, minimal tetangga harus menjaga tetangga lainnya ya

    ReplyDelete
  20. Iya, kak..
    Pacaran lama tidak membuat kita mengenal dengan pasangan memang. Dan saat suami marah ini, aku lebih sering memikirkan "Apa yang salah dengan ku?"

    Pentingnya membangun kepercayaan diri anak, sehingga memiliki sudut pandang tidak menyalahkan diri sendiri dan mampu membela diri.

    ReplyDelete
  21. Semoga semakin banyak perempuan yang bisa mempunyai pilihan untuk bahagia dan mampu sembuh dan pulih dari trauma jika terjadi seperti yang diceritakan di atas. Setiap perempuan berhak untuk mempunyai pilihan dalam hidupnya tanpa harus dijudge atau dihujat.

    ReplyDelete
  22. Aku pernah ngalamin ini, di pernikahan pertama yg akhirnya gagal. Tapi aku msh beruntung mba, Krn aku beranj kluar dari hubungan toxic itu, dan mantan juga baru sebatas kekerasan verbal yg digunakan. Menghina, marah, pakai kata2 merendahkan...

    Dan bodohnya, itu sbnrnya udh kliatan dr kami pacaran. Dia posesif byangeeeet. Kalo jalan Ama dia, aku ga boleh liat kiri kanan, hrs nunduk. Pernah aku lupa, dan dia nuduh aku ngeliatin cowo2 di jalan. Marah banget sampe nyindirnya luar biasa nyakitin. Seolah aku bener perempuan gatel yg suka lirik2 cowo.

    Tapi akhirnya dia minta maaf dan KSH alasan itu Krn dia luar biasa sayang dan cemburuan. Sampe nikah makin menjadi. Apalagi aku kuliah di Malaysia dan dia di Aceh. Sekaliiii aja aku ga angkat telp, atau angkat telp tp LBH dari 3 deringan, siap2 terima makian. Tiap hrs nlpon, perasaan omongannya kasar Mulu, nuduh aku pacaran Ama cowo lain, jual diri dll. Aku juga bingung mba, kenapa dulu bertahan.

    Kami akhirnya cerai pas SMS dia nyasar ke aku, itu SMS utk selingkuhannya ternyata 😁. Ga pake lama sih, aku langsung hubungin lawyer papa buat urus perceraian kami. Aku tutup komunikasi Ama dia kecuali di sidang. Jijik malah.

    Pokoknya warning aja, kalo pasangan suka posesif ga jelas, suka nuduh selingkuh, hati2.... Bisa jadi itu sbnrnya dia yg selingkuh 😄. Bicara dr pengalaman aja 😅.

    ReplyDelete
  23. KDRT ini emang sering banget terjadi di kebanyakan negara berkembang ya kak. aku pernah baca kebanyakan karena ketidakpahaman bahwa wanita atau pria berada dalam keadaan KDRT. beranggapan itu wajar dalah hubungan rumah tangga padahal ini jadi masalah besar

    ReplyDelete
  24. Argh makasi banyak self healingnya kak mau kupraktekin aargh krn setuju juga kita harus dengerin inner voice untuk lebih kuat dan untuk membantu diri sendiri, karena emang cuma kktn dari dalam dirikan yang berjuang penuh

    ReplyDelete
  25. Bersyukur ya skrg ada ruang bicara yg bsa menjadi wadah buat para perempuan utk speak up dan mencegah kdrt di rumah tangga

    ReplyDelete
  26. perempuan itu wajib belajar ilmu bela diri, literally bela diri dari serangan orang lain, jadi jika (amit-amit) dapat kekerasan bisa melawan...
    Sedih banget kalau denger/baca cerita istri dan anak dapet kekerasan dari suami/ayahnya...

    ReplyDelete
  27. Saya juga mendapati beberapa orang dengan kdrt. Tapi ya itu tadi, sulit ke luar dari lingkaran kekerasan. Bahkan korbannya cenderung tak apa karena tersangka membuat alasan ini itu.

    ReplyDelete
  28. Tahapan KDRT ternyata ada yang parah banget yaa..selain menyakiti fisik tapi juga mental menggunakan kata-kata. Yang paling merinding memang ketika bawa-bawa anak dalam pernikahan. Anak yang masih gak tahu masalah orangtua terpaksa jadi korban.
    Sedih banget.

    Alhamdulillah,
    Semoga semua perempuan dimanapun dilindungi Allah subhanahu wa ta'ala.

    ReplyDelete
  29. Nambah ilmu banget ini, Mbak Dew tentang KDRT. Ulasan yang paling menarik bagi yang belum menikah yaitu cara deteksi pasangan dari pola komunikasi keluarga dan teman. Terkadang proses itu kaya di-skip. Padahal ngaruhnya luar biasa untuk menentukan masa depan. Tapi, nggak tahu juga sih perubahan watak seseorang seiring berjalannya waktu. Semoga teman-teman di sini selalu diberi keluarga yang samara. Temen-temen yang menjadi korban KDRT semoga segera pulih dan bangkit. Aamiin

    ReplyDelete
  30. Aku baca ini benar-benar menghayati mba. Sedih dan merinding pas bacanya, kok bisa setega itu sama orang yang katanya dia cintai, sampe mukul :") ya ampun, hebat sekali ya para penyintas KDRT ini.. semoga mereka dan kita semua selalu dilindungi ya Allah, amin.

    ReplyDelete
  31. Sediih banget klau baca cerita begini.. Aku jadi teringat salah satu teman dekatku dulu, sebelum temanku menikah aku dan teman-teman pernah ingatkan untuk pikir2 dan hati2 karena melihat sifat pacarnya yang terlalu posesif dan sering memaki maki cuma gara2 temanku makan siang bareng aku di waktu istirahat kantor.
    KDRT pertama terjadi setelah acara lamarãn, tapi mungkin karena cinta temanku tetap menikah juga. Dan sempat mengalami KDRT bêberapa kali, resign dari kantor, dan menghilang dari peredaran pertemanan kita. Alhamdulillah saat ini temanku sudah bahagia dan terakhir kabarnya sudah bercerai dari mantan suaminya.

    ReplyDelete
  32. Ini jadi refleksi banget buat aku yg suka overthinking deh mba dew.... membaca artikel mba dew ini jadi bener bener aware aku untuk lebih mengenali keadaan soalnya aku selama ini ga terlalu mikirin kdrt rasanya ....

    ReplyDelete
  33. Tanda2nya sudah keliatan ya pacaran tapi mungkin kitanya ga aware atau menganggap biasa. Semoga postingan ni dibaca banhak perempuan yg mengalami KDRT, bacanya aja nyesek banget

    ReplyDelete
  34. Bisa dipahami bgt si kondisi sbg istri yg mengalami kdrt, krn di indo ini masi melekat bahwa istri hrs taat suami, jdi terkadang menjadi area abu2. Bagus bgt ada webinar spt ini bs saling menguatkan

    ReplyDelete
  35. “Lembut bukan berarti lemah. Dalam kelembutan tersimpan kekuatan.” Noted! Sukak banget😘

    ReplyDelete
  36. Gimana ya, aku kok nggak habis pikir, "apa sebetulnya tujuan kita berkeluarga, hingga mesti mengorbankan mental anak?" Cerita Mbak Dew ini mirip banget dengan tetangga kompleks-ku. Cuma yang beralku serong itu si istri/perempuan. Laki-laki/suami yang jadi korban perselingkuhan. Pertengkaran hebat terjadi di depan anak-anak yang masih kecil... Ya, miris pokoknya.

    ReplyDelete
  37. Sebagai calon suami aku juga tidak setuju banget sih sama KDRT. Semua masalah kan bisa diselesaikan dengan cara baik-baik. Dengan KDRT gak menyelesaikan masalah malah nambah masalah baru sih.

    ReplyDelete
  38. Prihatin banget masih banyak perempuan yg mengalami kdrt kayak yg dialami Mbak Dini. Ngenes, sampe anak pun kena kdrt. Semoga makin banyak perempuan yg teredukasi terkait melepas kdrt ini dan mau keluar dari lingkaran yg mengungkung tsb & bangkit serta move on.

    ReplyDelete
Previous Post Next Post