Dear Teman,
Kali ini aku ingin berbagi tentang cerita berkorbanku.
Di bulan Dzulhijjah, kita akan merayakan Idul Adha.
Makna Idul Adha dalam Al-Quran terkait dengan peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail, sebagai wujud ketaatan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Menurut KBBI, “Pengorbanan” berarti proses, cara, dan perbuatan mengorbankan.” Artinya pengorbanan adalah aksi mengorbankan sesuatu demi tujuan tertentu.
Ibadah kurban yang dilakukan pada Idul Adha adalah simbol dari pengorbanan dan keikhlasan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Walaupun tidak sedahsyat kisah pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail, pengorbanan tetap tidak mudah dilakukan. Tapi, demi orang-orang tercinta akan berusaha ikhlas kita lakukan.
Salah satu pengorbanan yang aku rasakan adalah resign dari pekerjaan sebagai staf keuangan di sebuah perusahaan konstruksi Jepang di Kawasan Sudirman Jakarta.
Resign ini dalam rangka mengikuti suami pindah ke Ungaran, tempatnya tinggal.
Ya, setelah menikah kami sempat LDR beberapa bulan sampai diledek teman kantorku bikin anaknya via mesin faks, hehe.
Akhirnya, setelah mempertimbangkan berbagai hal akhirnya aku memutuskan resign untuk pindah. Ya, aku berkorban demi keluarga baruku, huhu.
Sedih banget sih, karena aku betah bekerja di kantor itu. Aku sudah bekerja dua tahun di sana. Banyak hal berharga yang kupelajari. Lokasi kantornya strategis, kosku nyaman, teman-teman kantor dan kos seru. Aku bisa ikut kegiatan apa saja sepulang kerja. Mulai dari berolahraga di GBK hingga ikut kegiatan komunitas pembaca cewek di sebuah majalah ternama. Seru!
Aku juga baru mulai belajar menulis dan sering ikut berbagai kelas dan workshop menulis dari penerbit di akhir pekan. Sering ikut kopdar penulis di akhir pekan. Harus meninggalkan itu semua, tak mudah.
Sebelum bedol desa, aku membeli laptop. Rencanaku, ingin menulis buku dan blog sambil mencari pekerjaan baru di Semarang.
Di Ungaran, kami tinggal bersama bapak dan ibu mertua. Kami menempati sebuah kamar tidur di bagian depan rumah.
Proses beradaptasi tinggal di kabupaten tidak mudah. Apa lagi, aku terbiasa tinggal di kota yang mudah bepergian ke mana-mana, segala jenis kebutuhan mudah didapatkan.
Cipta, Adik bungsuku bilang, Ungaran tuh sepi banget ya suasananya kayak tahun 90an. Hihi.
Iya, saat itu belum ada bus Trans Semarang. Sedangkan, Ungaran lumayan jauh dari Kota Semarang. Mau ke bioskop, kafe dan mal agak sulit dijangkau, susah transportasinya. Hiks.
Saat itu, Mas Bagus masih bekerja di luar kota. Berpindah-pindah di Pekalongan, Salatiga, hingga Blora. Jadi, hanya pulang saat akhir pekan.
Ya, aku harus mencari kesibukan sendiri. Selain membantu ibu mertua mengurus rumah ya.
Rasanya saat itu nano-nano. Ya, aku pindah dari Jakarta tapi tetap nggak bisa tinggal bersama, hehe.
Seandainya, bisa ikut ke luar kota bareng suami tapi itu tak mungkin karena dia tinggal di kos sempit dan tidak lama berada di suatu kota.
Kalau terjadi di zaman sekarang, pasti sudah jadi drama di media sosial ya. Tinggal di rumah mertua, berjauhan dengan suami, hihi.
Mana aku tak kunjung dapat pekerjaan, jadi pengangguran banget kan di rumah? Nggak punya teman, nggak punya kegiatan, mau ke mana-mana sulit. Huhu.
Saat itu termasuk fase yang tak mudah untuk dijalani dalam kehidupan pernikahanku. Kadang pengen pulang ke Bogor karena jenuh tak punya teman dan kegiatan.
Syukurlah, selama dua tahun tinggal bareng mertua kami baik-baik saja. Tidak ada drama Koreyah versi nyata.
Alhamdulillah, ada laptop senjataku. Aku menyibukkan diri dengan menulis cerita. Cerita apa saja mulai dari cerita anak hingga novel remaja. Aku kirimkan ke berbagai media massa.
Satu-persatu, tulisanku dimuat. Senang rasanya ada kesibukan yang membuatku bahagia.
Aku ikut berbagai kegiatan seperti aerobik di sanggar senam dekat rumah, ikut acara berbagai acara talkshow dan bedah buku untuk menambah ilmu. Aku berkenalan dengan teman-teman baru yang suka menulis. Hidupku jadi lebih hidup.
Dua tahun menumpang, akhirnya kami bisa tinggal di rumah sendiri. Tak jauh dari mertua. Rumah mungil di sebuah perumahan kecil yang baru dibangun.Tetangga-tetangganya baik dan perhatian. Aku belajar bersosialisasi dengan ikut arisan PKK dan kegiatan lainnya bersama ibu-ibu komplek. Hihi
Aku menulis buku-buku solo dan mempersiapkan kelahiran anak pertama. Aku menemukan tempatku.
Akhirnya, aku bisa betah tinggal di Ungaran. Ya, melakukan pengorbanan memang berat tapi jika dijalani dengan ikhlas Insya Allah banyak berkah yang kita dapatkan.
Sumber Foto: Pixabay.com
Udah keren mbak
ReplyDeleteAku sampe sekarang masih belum punya rumah sendiri
Makanya selalu percaya bahwa rezeki sudah diatur meski saya resign juga
Sedikit sedikit insya Allah bisa dapat nanti
Adaptasi nya bener2 butuh perjuangan ya mbaa...dari sebuah kota besar ke sebuah kabupaten tapi ungaran enak cuacanya dingin..atau sekarang juga sudah panas??hehe..alhamdulillah semua terlalui dengan baik hebat loo mba dew mau tinggal dengan mertua dan ditinggal suami karena di sekitarku banyak yg cerita kalo hub dengan mertuanya bagai drama sinetron hehe
ReplyDeleteAku jadi kangen suasana Semarang dan sekitarnya ketika baca tulisanmu mba. Senangnya semua proses berujung baik. Memang sesuatu kadang diambil untuk memperlihatkan hal yang lebih baik baik.
ReplyDeleteMungkin kalau tidak resign, karya baikmu belum diluncurkan. Siapa yang tahu ya.. waktu memang selalu jadi juara dalam misteri.
Pengorbanan yang hasilnya manis ya Kak Dew. Bila ikhlas dilakukan apalagi untuk keluarga, tentunya banyak dukungan dari mana-mana termasuk dari semesta.
ReplyDeleteSetuju mba. Apalagi demi keluarga yaaa. Insyaallah biasanya malah berkah dan diganti rezeki LBH bagus.
ReplyDeleteAkupun kalo soal LDR, mending ngalah dan resign, lalu ikut suami. Trauma Ama LDR aku tuh 😄. JD memang kalo sampe hrs ngalamin mending aku ikut sekalian.
Wajar kalau homesick sesekali mbak. Akupun dulu pas awal-awal merantau ngerasain hal yang sama kok. Bisa seminggu sekali pulang ke kuningan, saking bete gada temennya.
ReplyDeleteSekarang mah, walah udah biasa aja. Saking udah lamanya kali ya ngerantau.
Pada akhirnya yang membuatmu tidak nyaman, itulah yang kelak akan menguatkamu. ~eaaa
Aku ingat ada yang bilang ke aku, kalau resign alasannya tuh demi keluarga, rezeki yang dilepas bakal diganti ke yang lebih baik. Dann, aku lihat itu ke mbak Dewi.
ReplyDeleteSelama nggak nutup harapan dan usaha, rezeki pasti datang ya mbak. Dann, aku bener-bener pengen table flip lho kalau ada temen njulit dengan bilang, bikin anaknya via mesin faks. Mereka tuh nggak pernah tahu rasanya LDR dan susahnya jaga hubungan biar langgeng. Heu-heu.. :(
Ya ampun aku ikut merasakan banget pengorbanannya. Aku juga ikut suami tinggal di desa, tadinya di Jakarta juga akses semua lancar tiba-tiba mau kemana-mana susah. Nggak mudah memutuskan untuk resign apalagi pindah ke kabupaten.
ReplyDeleteBlog aku juga lahir karena aku mencari kegiatan di desa biar nggak pengangguran banget, ehh Alhamdulillah malah jadi keterusan nulis. Semoga apa yang kita korbankan banyak hikmah yang bisa kita ambil ya mba.
Hahaha aku senyum senyum mbaca soal Ungaran Mb, apalagi pas bagian kaya hidup di tahun 90an, aku mikir emangnya kaya gitu ya? apa aku aja yang nggak ngeh ya? Emang lumayan sepi, jam 8 malem aja udah sep banget, nggak kaya Jakarta yang 24 jam. Mall terdekat itu cuma swalayan, kalau ke Semarang jauh, I feel you Mba. Manalagi habis pindah ke Jakarta tiap pulang ke Ungarana aku nggak betah lama karena sudah biasa dengan segala kemudahan Jakarta. Tapi Ungaran selalu jadi tempat terbaik untuk pulang sih :)
ReplyDeleteProses resign dan beralih menjadi ibu rumah tangga nggak mudah ya, Mbak. Langkah itu yang belum bisa aku lakukan sampai sekarang hehehe. Alhamdulillah untuk Mbak Dewi yang pada akhirnya menemukan ruangnya sendiri untuk berkarya. Aku ingat sekali ketawa tawa baca buku Anak Kos Dodol karya Mbak di kosan 💞
ReplyDeleteSebuah pengorbanan pasti tidak ada yang sia-sia ya Mbake. Semua akan indah pada waktunya. Seperti Mbak Dedew yang akhirnya disibukkan dengan menulis, dimuat di media dan diterbitkan jadi buku . Dua tahun kemudian bahagia menempati rumah baru
ReplyDeleteAlhamdulillah ya mbaa..berkah ikut suami pengorbanan mba diganti sama Allah dengan yang lebih baik. Jadi punya banyak kegiatan dan mendekat dengan suami.
ReplyDeleteVirtual hugs dan tossss bareng mba Dedew
ReplyDeleteYah begitulah lika-liku kehidupan perempuan ya mbaaa
kita kerap dihadapkan pd pilihan keluarga vs karir.
semangaatt selaluuu
Masya Allah mba Dedew, sebuah pengorbanan yang hebat dan inspiratif sekali. Dilakukan penuh keikhlasan dan berbuah manis sekali.
ReplyDeletePejuang LDR berarti ya? Alhamdulillah mertua pada baik berarti jadi no drama dan aman aja. Syukurlah mba Dedew punya kegiatan super keren nih berkarya dan karyanya keren-keren salut deh mba. Aku malahan penasaran pengen coba jelajah Ungaran. Teman ngajakin tapi waktuku belum pas terus huhuhu. Kata teman, aku bakalan betah di sana karena enak banget suasananya. Orang kota tipe suka kesunyian soalnya.
setuju mbak, melakukan pengorbanan di awal rasanya kayak susah bener, tapi setelah kita mencoba ikhlas dan menjalaninya dengan enjoy, lama-lama akan terasa juga sisi bahagianya meskipun tetep butuh waktu juga.
ReplyDeleteApalagi kalau kita udah merasa nyaman di zona nyaman kita, kayak ga ikhlas aja mau ninggalin
dengan mencari kesibukan sendiri seperti menulis, bisa jadi obat kesepian ya
Barakallah keluarga ku surgaku ya mbak. Alhamdulillah tinggal dengan mertua juga nyaman ya mbak. Saya pun begitu, alhamdulillah ga pernah ribut sama mertua. Mama dan ibu mertua pun layaknya sahabat, teman curhat.
ReplyDeleteMashaAllaa yaa..
ReplyDeleteDari yang kota bangeett trus hijrah demi keluarga ke Kabupaten.
Pastinya banyak hal yang butuh adaptasi lagii..
Barakallahu fiik, in syaa Allaa lebih damai juga..karena bareng-bareng sama keluarga kecil bahagiaa..
Masyaallah nano nano lika liku rumah tangga menjalani ladang kehidupan..kalo nggak pengorbanan ya pertahanana hehe
ReplyDeleteTapi lebih nyaman tinggal sendiri ya mbak hehe, rumah tangga sendiri.
cerita yang mengharukan mba Dew, saya dulu juga pernah resign kerja demi keluarga mba Dew dan di awal memang nano-nano banget deh, yang biasanya sibuk tetiba longar waktunya, tapi memang waktu itu harus mengurus ibu, tapi justru dengan resign kita menemuan dunia baru ya mba dan justru lebih seru
ReplyDelete