Perahu kayu bermotor melaju membelah lautan Lombok.
Pemandangan begitu syahdu. Sepanjang mata memandang,
hanya lautan dan langit biru. Awan putih berarak di atas kami, memberi sedikit
keteduhan di laut lepas.
Kayla melepas kacamata aviator kesayangannya. Kacamata hitam penghalau panas hadiah ultah dari sahabatnya Wina. Kacamata yang selalu setia menemaninya menjelajah.
Kayla melepas kacamata aviator kesayangannya. Kacamata hitam penghalau panas hadiah ultah dari sahabatnya Wina. Kacamata yang selalu setia menemaninya menjelajah.
Gili Sudak yang menawan hati |
Penumpang perahu mungil ini, tak ada yang bersuara.
Semua menikmati keindahan surgawi di bumi. Pulau Lombok begitu menghipnotis.
Kayla merasa beruntung ia mendadak ingin backpackeran dan ikut trip backpacker
perempuan ini.
“Kita akan ke Gili Sudak. Disana kita bakal bertemu
adik-adik sekolah dasar untuk membagikan buku-buku bacaan yang kita kumpulkan,”
kata Mbak Rima, ketua rombongan. Kami mengangguk sambil mulai membuka bekal
sarapan yang khas Lombok. Ayam taliwang yang pedas banget.
“Kalau bisa teman-teman fokus ya, acara baksos ini.
nanti main air dan snorkelingnya setelah kita acara baksos.”
Kayla melirik Wina. Sahabat eh mantan sahabatnya itu
duduk di ujung terjauh darinya. Seolah, duduk dekatnya pun tak sudi. Takut ia menularkan keburukan pada
dirinya. Kayla membuang pandang. Hatinya terasa diremas. Kenapa mesti begini
ceritanya?
Kayla dan Wina dua sahabat erat sejak awal kuliah
Akuntansi. Penampilan mereka bagaikan bumi dan langit. Wina cantik dan lembut
penampakannya. Beda dengan Kayla yang tomboy dan cuek. Hobi backpacker jadi
pengikat mereka berdua.
sepotong surga di bumi, lombok |
Perjalanan ini merupakan trip ke sekian kalinya untuk mereka berdua. Tapi, Pertama kalinya keduanya ke Lombok, impian mereka berdua sejak lama. Penasaran akan keindahannya. Biarpun sempat ada insiden ketinggalan pesawat gara-gara Wina kelelahan dan ketiduran di rumah sahabat mereka di Sidoarjo. Dasar backpacker abal-abal.
keindahan Gili Sudak |
Mestinya ini jadi perjalanan menyenangkan karena Kayla berjanji mengajari Wina snorkeling, yang merupakan keahliannya. Tapi. Perjalanan liburan yang mereka impikan berdua pupus seketika. Semalam, Wina dan Kayla bertengkar hebat di penginapan. Wina baru tahu kalau diam-diam, Kayla menyukai Rendra, kekasih Wina. Jantung Kayla terasa mau copot ketika Wina meledak.
“Tega sekali, kamu! Kamu kan sahabatku!” teriak Wina
berderai air mata.
“Wina, aku hanya menyukainya. Aku nggak bakalan
merebut dia darimu. Nggak mungkin juga dia mau.” Balas Kayla perih. Ia menahan
air matanya agar tak jatuh.
“Pengkhianat! Aku menemukan notesmu di meja.
Semuanya tanda cinta pada Rendra. Kamu menusukku dari belakang, Kayla. Nggak
nyangka! Katanya kamu benci cowok tapi kenapa mesti menyayangi cowokku?”
Wajah Kayla pias. “Notes itu rahasia. Kenapa kamu
membongkar-bongkar barangku?"
“Ah, aku hanya ingin meminjam power bankmu lalu
kutemukan itu di ransel. Nggak sangka, kamu mencintai Rendra! Dulu, kamu bilang
nggak suka dia karena dia cowok pendiam dan terlalu sabar. Nggak macho! Kamu
sengaja bilang begitu biar aku nggak naksir dia!”
“Wina, aku yang mengenalkanmu pada Rendra. Dia
sahabat abangku.aku tahu betul orangnya gimana. Memang dia terlalu sabar tidak
cocok untukmu yang keras kepala.”
“Pengkhianat! Kalian sering bertemu dan pergi
berdua, telpon-telponan, BBM-an, tega!” teriak Wina membanting pintu, dan tidak
kembali lagi semalaman. Ia ternyata tidur bertiga di kamar sebelah dengan Betsy
dan Tias.
“Pengkhianat?” Dada Kayla perih.
Kenapa juga dia sok baik mengenalkan Wina pada
Rendra? Sudah tahu kalau Wina itu cantik dan keibuan. Siapa yang nggak
klepek-klepek memandangnya? Pun Rendra. Cowok yang ditaksirnya sejak SMA.
Lelaki yang disayanginya lebih dari Abangnya, Ridho. Lelaki yang menemani
hari-harinya. Eh si culun itu malah memacari sahabatnya. Siapa yang mestinya
marah kalau begini? Ah, andai saja Wina tahu..
Mesin perahu motor dimatikan. Seorang nelayan
melompat dari perahu, berusaha mendorong perahu, dan menambatkannya di pantai.
Mereka sudah tiba! Dari kejauhan, anak-anak Gili Sudak menatap mereka antusias.
Kayla menyesal, tidak membawa lebih banyak makanan ringan untuk mereka.
mari berkunjung ke Lombok |
Ia melirik Wina, yang memandangnya, lalu gadis itu membuang muka. Ngobrol dengan tawa berlebihan dengan Betsy. Menggandeng lengan gadis berhijab itu. Kayla membuang muka. Ia turun perlahan dari perahu. Membuka sepatunya dan menentengnya. Lombok is paradise! Sepotong surge di bumi!
Pancaran ingin tahu anak-anak itu menggelitiknya.
Mereka mengerubunginya. Memperhatikan kamera DSLR yang dibawanya. Kayla
tersenyum, “Mau diajari?”
Anak-anak itu berkerumun. Resah Kayla hilang. Mata
mereka yang sebening lautan melembutkan hatinya. Galaunya hilang. “Ayo kita
duduk bareng yuuk, kakak ajarkan memotret. Kakak juga bawa buku cerita lhoo..”
Kayla dikerubuti anak-anak. Kayla celingukan mencari
Wina. Anak itu paling suka membacakan buku untuk anak-anak. Tapi, ia tak tampak
di kerumunan anak-anak Gili yang menunggu mereka sejak tadi.
Kak Ruben, pengajar mereka bercerita kalau untuk
bisa bersekolah, anak--anak harus naik perahu lalu berjalan kaki empat kilometer
jauhnya setiap hari pulang-pergi. Kayla tercengang. Luar biasa semangat mereka.
Kayla jadi merasa kecil, begitu mudah melempem gara-gara masalah cowok.
Ia berjanji akan menjelaskan semuanya pada Wina. Pun
perasaan terpendam Kayla sejak dulu pada Rendra. Kalau Wina tak mau menerima
penjelasannya, apa boleh buat, ia harus move on. Wina tak layak jadi
sahabatnya. Tapi, ia percaya persahabatannya dengan Wina erat tak mudah goyah
hanya gara-gara masalah ini. Hwaiting!
“Begini caranya, kita bidik sasaran fotonya. Lihat
cahaya sudah bagus belum? Bidik!”
“Kayak orang menembak ya kak?”
Mereka terbahak.
Tawa mereka terhenti ketika para nelayan mendekati
Mbak Rima, dengan muka panic. Mbak Rima, sang ketua rombongan langsung berlari
mengikuti para nelayan dengan wajah pasi. Spontan, semua mengikuti mereka.
Napas Kaylam memburu. Ada apa?
“Teman-teman Mbak tenggelam!”
WINA!
Kayla berlari seperti kesurupan. Di kejauhan,
beberapa lelaki dewasa berusaha menolong tiga orang gadis yang kepayagan
bertahan di arus deras! Itu Wina!
Kayla siap melompat. Tapi, lengannya ditahan oleh
Mbak Rima. “Para penjaga pantai menolong mereka. Kita menunggu disini. kita
berdoa.” Bisiknya lirih.
Hanya beberapa menita tapi terasa seperti
berjam-jam, akhirnya ketiganya berhasil diselamatkan. Mereka ditarik ke pantai
dan diberi air minum.
Olala, ternyata, saat rombongan sedang asyik
menghibur anak-anak.
Wina, Betsy dan Risti yang penasaran, ingin segera snorkeling. Diam-diam,
mereka memakai peralatan snorkeling dan berenang. Tanpa mengenakan pelampung! Dari
ketiganya, hanya Betsy yang jago berenang, Betsy memegang tangan keduanya lalu
mengajaknya ke tengah untuk melihat ikan.
Namun, tiba-tiba Risti terlepas alat pernapasannya
dan tersedak air. Ia panik dan meronta memegang tangan Wina dan betsy,
membenamkan mereka bertiga.
Kayla memeluk Wina erat. Muka gadis itu pasi.
“Mbak Rima sudah bilang. Snorkeling itu aman. Dan
disini juga aman untuk snokereling asal mematuhi aturan. Bersama instruktur
terpercaya, memakai pelampung dan bersama-sama. Kalian menyalahi aturan." ujar Rima dengan muka tegang.
Ketiganya terisak.
“Kayla, maafkan aku. Aku takut sekali tadi,
dipikiranku aku akan mati tenggelam tanpa sempat minta maaf padamu. Sejak dulu
aku tahu kamu mencintai Rendra. Aku tahu karena jelas sekali dari bahasa
tubuhmu kamu menyayanginya. Rendra juga sayang padamu. Tapi aku
mengejar-ngejarnya. Kamu mengalah karena aku juga suka. Aku yang jahat. Maafkan
aku, Kayla. Rendra sahabatmu aku tak bisa melarang-larang kalian bertemu.”
Kayla tertegun. Selama ini, Wina tahu dia cinta
Rendra?
“Aku memilihmu daripada Rendra, Kayla. Aku memilih
persahabatan kita..maafkan aku..” Wina membenamkan diri di pelukannya.
Terbayang sosok Rendra. Ah….
Foto: Mbak Andrie Potlot
Tags:
my writing project
semoga menang ya mak :)
ReplyDeleteCerpennya bagus, sukses ya untuk lombanya...
ReplyDeleteTrus nasib Rendra gimana mbak, jadi sama siapa dong :)
ReplyDelete@mak lidya: biarkan rendra istikharah mba hihihihi...
ReplyDeletesanti:aamiin makasih banyak ya say...
ReplyDelete@mba inna aamiin maak...nuhun yaa udah mmampiir :*
ReplyDeletebunda raka: nuhun ya mbaa...
ReplyDeleteDipanjangin dikit trus jadi FTV :)
ReplyDeletekeren ceritanya...berlatar belakang alam Lombok yang indah itu... Semoga tulisannya menang ya dalam kompetisi menulis yg diikuti..goodluck..
ReplyDelete@mas don: hahaha gituu...iya ya setting FTV kan indah2 pisan...bisa..bisa..*lalu kirim skenario ke PH
ReplyDeletesukses lombanya mba :)
ReplyDeleteMoga menang, mbak Dedew....
ReplyDeleteAku memilih berenang disitu mak, slulup sampek teles kebes :D
ReplyDeleteDuh ternyata cerpen fiksi. kupikir awalnya kisahnya mbak Dewi saat di Lombok. tapi bagus lho mbak, kubaca hingga tuntas. seperti komentar sebelumnya, cocok untuk skenario FTV. hehehehehe
ReplyDeleteSukses ya lombanya, ceritanya bagus terbaca tamat karena sempat mengira kisah nyata (LOL)
ReplyDeleteKirain kisah nyata waktu dirimu ke lombok dulu, mbak ;)
ReplyDeleteJangan tusuk aku dari belakang yaaa kak, aku blm siap hehehe
ReplyDeleteKangen lombok, pengen lagi ke Lombok
ReplyDelete