Trisno, Menari Untuk Menggapai Masa Depan Gemilang



“Untuk menyambut kedatangan teman-teman di desa ini, mari kita membuat lingkaran, berpegangan tangan dan menyanyikan lagu Desaku,” kata Trisno.
Para peserta segera mengikuti arahannya. Aku tersenyum-senyum geli.

Kang Trisno memandu tamu di Desa Menari Tanon
Kenapa lagu Desaku? Kan banyak lagu lain yang lebih cocok? Lebih menyentuh hati, Tanah airku, misalnya? Baru di penghujung hari, aku tahu alasan mengapa lelaki bersahaja itu mengajak kami menyanyikannya.

Pertama kali aku bertemu dengannya saat sekolah anakku mengunjungi Desa Tanon beberapa waktu lalu. Nama Desa menari Tanon disematkan untuk s­­ebuah dusun kecil di kaki Gunung Telomoyo. Tanon adalah sebuah dusun yang berada di Desa Ngrawan, Getasan, Kabupaten Semarang. Jaraknya sekitar 58 Km dari Kota Semarang.

Berawal dari Kegelisahan

Trisno kelihatan hanya seorang pemuda biasa yang memandu acara hari itu bersama Bu Hana. Tak kusangka di balik pembawaannya yang sederhana dan ramah, ia adalah penggagas Desa Menari Tanon. 

Kang Trisno, terbukti mencintai desanya teramat dalam. Ya, pemuda yang berhasil jadi sarjana pertama di desanya ini gemas ingin mengubah nasib desanya. Lulus kuliah, ia tidak mencari pekerjaan di kota besar seperti layaknya sarjana lain. Trisno malah kembali ke dusun. 

Berlarian bebas di Desa Tanon

Trisno terbelit kegelisahan. Penduduk Desa Ngrawan di Kabupaten Semarang, tergolong terbelakang. Terkenal tak berpendidikan dan miskin, kombinasi yang mengenaskan. Bahkan, penduduk desa lain melarang anaknya menikah dengan penduduk Desa Ngrawan. 

Lulusan Psikologi UMS Surakarta itu ingin mengubah nasib desanya yang katanya miskin, bodoh dan terbelakang. Tapi bagaimana caranya? Sebagian besar mata pencaharian penduduk dusun adalah bertani dan beternak.

Trisno sungguh iri pada desa-desa wisata yang kerap ia baca sepak terjangnya di media massa. Ia berusaha mencari kelebihan desanya. Apa yang bisa membuat dusun ini menonjol? 

Beberapa kali, desanya menjadi tujuan mahasiswa untuk melaksanakan kegiatan KKN. Banyak anak KKN dari berbagai kota yang selalu kembali menyambangi Dusun Tanon. Hanya untuk bermalam dan berbincang dengan warga desa.

“Rindu,”
Tanon memang ngangeni. Berada di kaki Gunung Telomoyo, pemandangannya indah sejauh mata memandang gunung dan perbukitan. Udaranya pun sejuk sekali. Suasana pedesaan sangat kental terasa.

Keseruan anak-anak bermain di Tanon
Rumah-rumah penduduk dari bambu sederhana, lingkungan perkampungan yang guyub. Penduduknya pun ramah. Penduduk desa ini punya kebiasaan unik yang berlangsung turun-temurun. Mereka suka berkesenian. Masyarakat desa rutin berlatih kesenian seperti menari dan ketoprak.

Ya, Banyak orang yang merindukan kehangatan desa dengan penduduk yang guyub dan bergotong-royong. Apalagi orang kota yang penat dengan segala kemacetan, kesibukan dan hiruk-pikuk kota. Kembali ke desa adalah sebuah penyegaran hati dan pikiran. 

Kerinduan dan betahnya anak-anak mahasiswa itu menjadi salah satu modal Trisno dan penduduk desa untuk berani memulai mimpinya. Suasana desa yang ngangeni.

Sebuah Ide Gila Bernama Desa Menari 

Terbetik ide di benak Trisno.
Kenapa tidak ia kembangkan saja kegemaran berkesenian ini untuk mengangkat derajat penduduk? Ya, kenapa tidak membuat desa wisata? Menawarkan outbond ala ndeso? 

Maka dimulailah sebuah proyek nekad. Trisno ingin menjadikan dusunnya sebagai desa wisata dimana pengunjung akan dihibur berbagai jenis tarian dan kesenian! Kang Trisno mulai mengumpulkan teman-temannya warga dusun di tahun 2009. Bersama-sama mereka berniat mewujudkan rencana gila Trisno. 

sajian hidangan ndeso untuk setiap tamu yang berkunjung

Gimana nggak dibilang gila?
Seorang pemuda ingusan baru lulus, tanpa modal, tanpa pengalaman. Mendadak punya ide membuat desa wisata yang mengajak pengunjung menari? Waras kowe, Trisno?
Sudah bisa diduga, banyak penduduk dusun yang pesimis kalau Trisno dan teman-teman mampu membuat perubahan. Apa ada orang yang tertarik mengunjung desa yang terbelakang dan miskin? Menyaksikan mereka menari dan karawitan?

Tapi, Trisno dan teman-temannya jalan terus.
Dalam pikiran Trisno, desanya punya kelebihan yaitu pemandangan indah bersahaja, udara sejuk untuk berwisata serta tidak terlalu jauh dari Kota Semarang. Perpaduan istimewa untuk jadi desa wisata. Apalagi, mereka punya keunikan budaya dan seni yang bisa ditawarkan pada pengunjung. Tak ada desa lain yang memiliki keunikan seperti Tanon!

Trisno mengajak para warga desa berbagai usia lebih aktif berlatih berbagai jenis tarian yaitu Tari Topeng Ayu, Tari Warok Kreasi, Tari Kuda Debok, dan Tari Kuda Kiprah. Ia dengan cerdik mem-branding dusunnya dengan Desa Menari Tanon. Pengunjung jadi penasaran. Apa sih Desa Menari itu? 
Garangnya warok cilik Tanon

Menjelajahi Kampung di Desa Menari Tanon

Pada tahun 2012, Desa Wisata mulai dicanangkan. Para penggiat wisata mulai membuat beberapa paket wisata yang sesuai dengan kebutuhan pengunjung. Salah satunya adalah One Day Tour dimana rombongan wisatawan akan menikmati sehari di Desa Tanon. Seperti yang aku nikmati ketika piknik Sekolah Kucica bersama anakku.

Ketika tiba di Desa Tanon, kami dijamu dengan hidangan teh dan wedang secang dan getuk sawut serta gorengan sedap lain. Minumannya terbuat dari tumbuhan herbal, berwarna merah mudah alami, bukan dari bahan pewarna kimia, lho. Rasanya hangat di tenggorokan dan menyegarkan badan karena mengandung beberapa jenis tanaman herbal yang bermanfaat bagi kesehatan.

Tarian hari itu diiring gamelan dari Sanggar Ki Tanuwijoyo Desa Tanon
Setelah tamu duduk manis sambil menikmati camilan ndeso, para pemain gamelan bersiap di posisinya di teras sebuah rumah yang merupakan sanggar kesenian mereka, Sanggar Ki Tanuwijoyo.

Tak lama, alunan gamelan membuai kami, serombongan anak usia SD-SMP dengan dandanan ala warok, kaos bergaris, celana hitam dan dandanan wajah sangar berkumis pun keluar dari dalam rumah dan mulai menarikan tari warok. Warok adalah penari dalam Reog Ponorogo.

Kami terbawa suasana, sejenak melupakan wedang secang dan gorengan yang mendingin. Gerakannya kompak nian! Walau masih anak-anak gerakan mereka luwes dan meyakinkan penonton kalau mereka adalah warok yang berilmu tinggi, sakti mandraguna.

“Merinding,” kata seorang fotografer yang ikut dalam rombongan kami.

Ya, tatapan mata anak-anak ini begitu tajam dan menghayati setiap gerakan yang mereka tarikan. Bermakna. Ya, inilah anak-anak Desa Tanon yang mem-branding diri mereka sebagai desa menari sejak tahun 2009.

Setelah welcome dance, kami diajak menari oleh anak-anak dengan luwesnya. Dan setelah tarian selesai, kita bisa berfoto dengan para penari dalam pakaian tarinya yang unik.
Tarian reog yang menggugah hati dibawakan penari cilik Desa Tanon

Tak Hanya Menari, Banyak Hal Seru

Kegiatan selanjutnya, sesuai pilihan paket yang sudah dipilh. Sekelompok bapak tua memegang alu dan mulai menumbuk buliran padi di lesung. Tujuannya untuk memisahkan kulit gabah dari berasnya secara mekanik. Pemandangan yang langka untuk anak-anak generasi Milenial, ya.

Tahu tidak, kalau masing-masing alu yang ditumbukkan berirama hingga menimbulkan alunan dana yang harmonis ini usianya adalah 36 tahun dan 102 tahun? Anak-anak Sekolah Kucica kegirangan mendengar musik merdu dan harmonis dihasilkan dari pukulan alu di lesung, tempat menumbuk padi yang berbentuk perahu itu. Mereka lalu berebutan ingin mencoba sendiri menumbuk butiran padi. Wah, ternyata tidak mudah ya?


Harmonisasi nada dari alu sungguh menakjubkan

Setelah itu, kami disuguhi makan siang oleh para ibu warga dusun. Menunya sederhana namun nikmat, yaitu sayur sop, gudangan, nasi putih dan lauk-pauk seperti tempe, tahu dan ayam goreng. Bersama-sama, kami menikmati santap siang dengan nikmat. Masih terasa di hati, lezatnya masakan para ibu penduduk dusun hari itu.

Acara berikutnya adalah peragaan membuat sabun mandi dari bahan susu sapi.
Ya, ternyata desa ini juga memiliki usaha kecil berupa pembuatan sabun mandi susu. Sudah kubilang, kan. Mata pencaharian warga desa ini adalah bertani dan beternak. Anak-anak diajak melihat cara membuat sabun lulur yang bahannya terdiri dari susu sapi, minyak sawit, minyak zaitun dan lainnya. Wah, tambah ilmu baru lagi hari ini!
Kini giliran anak Kucica mencoba alu 

Keseruan masih berlanjut!
Anak-anak dan orangtuanya lalu diajak bermain di tanah lapang tak jauh dari sanggar.
Permainannya ada dua yaitu menabung kelereng dan tangga manusia. Untuk permainan ini, dilakukan oleh dua tim dan dibutuhkan kerja sama tim yang kompak untuk memenangkan pertandingan!

Permainan menabung kelereng ini cara memainkannya mudah kok, masing-masing anggota tim memegang sebilah bambu, lalu menyambungkannya hingga kelereng yang digelindingkan bisa melalui beberapa bilah bambu yang dipegang anggota tim dan masuk ke celengan bambu di ujung bilah bambu. Yang tercepat memasukkan kelereng ke dalam celengan adalah pemenangnya. Seru banget hingga anak-anak sampai menjerit kegirangan! Hehe.

peragaan membuat sabun susu oleh Kang Trisno
Oh iya, banyak paket wisata yang bisa dipilih lho dan disesuaikan dengan kebutuhan grup kita. Dan uniknya, bisa dinikmati anak-anak hingga orang dewasa. 

Ada paket wisata homestay yaitu menginap di rumah penduduk dan berbaur, merasakan atmosfer kehidupan desa, ada acara jalan-jalan ke Gunung Telomoyo menyaksikan keindahan air terjunnya, ada paket wirausaha hingga paket beternak dan bercocok tanam. Jadi tamu tinggal memilih paket apa yang diinginkan.
Tari Topeng Ayu Desa Tanon
Yang paling unik adalah paket homestay untuk para pengunjung yang ingin merasakan kehidupan pedesaan yang masih murni dan alami. Kita akan tinggal di rumah-rumah warga desa yang sederhana dan ikut serta dalam kegiatan mereka sehari-hari, ikut bertani dan beternak, berlatih kesenian bersama-sama. Pengunjung diajak berlatih menarikan tari warok, dan tarian lain.

Satu hari menyenangkan di Desa Menari Tanon. Untuk pencinta belanja, kita bisa berbelanja oleh-oleh di pasar rakyat. Para ibu menjual makanan khas Desa Tanon seperti aneka cemilan dari buah alpukat, labu kuning, hingga keripik bayam dan lainnya. Langsung deh ibu-ibu heboh berbelanja!

Sebagai penutup One Day Tour Sekolah Kucica, para anak muda Desa Menari Tanon membawakan tari Topeng Ayu yang tak kalah mengesankan dibanding tarian pertama. Dengan kostum dan rias wajah dekoratif yang menarik dan kerincingan di betis, mereka tampil memukau.

Yuk menari dengan lincah adek-adek

Pertunjukan tari ini konon berawal sebagai bentuk perlawanan penduduk desa terhadap penjajah Belanda, mereka itulah, pertunjukannya dinamakan Tari Topeng Ireng. Karena kini tari topeng ditarikan pula oleh penari remaja perempuan, maka disebutlah tari Topeng Ayu.

Walau perempuan, mereka mampu membawakan tarian ini dengan gagah dan lincah layaknya penari lelaki. Setelah itu, para penari dengan luwes mengajak penonton ikut menari dan merasakan sensasi gerak mengikuti irama gamelan yang menghentak. Tak usah ditanya, wajah berseri anak-anak Sekolah Kucica hari itu membuktikan keberhasilan Trisno dan rekan-rekannya menghibur mereka!

Berani Bermimpi

Berani bermimpi adalah modal seorang Trisno membangun desanya. Berkat kenekadannya, ia berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat desanya. Kang Trisno dan teman-teman mulai mewujudkan impian mereka untuk membangun desa. Kunjungan wisatawan ke Tanon menggembirakan. Sesuatu yang awalnya mustahil untuk dijalani.

“Jadwal kami untuk liburan akhir tahun ini sudah padat. Tamu yang datang tak hanya dari Jawa Tengah saja, tapi juga propinsi lain seperti Jakarta, Bali dan lainnya. Bahkan dari Turki dan Mesir,” tutur Trisno rendah hati.

Sekolah Kucica berfoto bersama penari Desa Menari Tanon

Tak heran, pendapatan Desa Wisata ini pun meningkat. Masyarakat pun membaik penghidupannya. Tak ada lagi cerita penduduk dusun ini dikucilkan warga desa. 

Ayah tiga anak ini kerap memberi pelatihan dan menerima studi banding dari berbagai kota seperti Jepara dan Kendal. Karena jasanya telah berhasil membangun desa wisata, KangTrisno mendapatkan penghargaan dari PT. Astra International, Tbk  yaitu Semangat Astra Terpadu (SATU) Untuk Indonesia Award 2015 untuk kategori lingkungan. Penghargaan ini tidak membuat Mas Tris jumawa, tapi makin bersemangat berkarya memajukan desa.

Yang paling menggembirakan Trisno, Pada bulan November 2016, Desa Menari Tanon ditetapkan sebagai Kampung Berseri Astra, yang pertama di Jawa Tengah. Kriteria untuk menjadi Kampung Berseri ini diantaranya memiliki potensi lokal yang kuat dalam salah satu bidang CSR Astra yaitu pendidikan, kesehatan, lingkungan dan kewirausahaan. Kedua, memiliki keunggulan di wilayahnya serta ketiga, memiliki tokoh penggerak yang dapat mendukung pelaksanaan program tersebut. 

Pasar Rakyat Desa Tanon dan senyuman sumringah ibu penjual keripik
Kampung Berseri Astra (KBA) sudah berdiri di 17 kota di Indonesia. KBA merupakan program kontribusi sosial Astra untuk masyarakat dengan konsep pengembangan terintegrasi empat pilar program CSR yaitu Pendidikan, Kewirausahaan, Lingkungan dan Kesehatan. Program pembinaan KBA ini diharapkan membawa perubahan positif bagi kehidupan masyarakat desa dan meningkatkan taraf hidup mereka di empat bidang diantaranya pendidikan dan kesehatan.

KBA Desa Wisata Tanon memiliki konsep Desa Wisata Budaya, yaitu desa yang memiliki misi menebar harmoni, merajut inspirasi, menuai memori, wisata nostalgia, budaya dan pembelajaran. Trisno berharap pengunjung yang datang ke desanya akan mendapatkan pengalaman tak terlupakan, yang membekas di hati. 

Beberapa program KBA yang sudah dijalankan di Desa Tanon di bidang lingkungan adalah program jalan sehat, pelaksanaan pos bimbingan terpadu bekerjasama dengan Puskesmas hingga sosialisasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat agar pengunjung desa wisata lebih nyaman. Tak ada lagi cerita desa yang kotor, warga yang jorok karena mereka sudah melek pentingnya hidup bersih.

Sedangkan di bidang pendidikan adalah memberikan pelatihan Bahasa Inggris intensif untuk penduduk Desa Tanon agar bisa menunjang kelancaran kegiatan memandu tamu mancanegara. Diadakan pula studi banding warga Desa Menari ke Desa Wisata Pentingsari Yogya untuk menimba ilmu tentang pengelolaan desa wisata yang lebih baik. Tak hanya itu, diadakan pelatihan seni karawitan secara intensif untuk menambah keterampilan para penari agar tampil lebih memukau.

Pencanangan Desa Menari Tanon sebagai Kampung Berseri Astra
 
Tak hanya itu, PT. Astra International Tbk juga memberikan beasiswa Lestari Astra untuk pendidikan 35 siswa Tanon agar dapat melanjutkan pendidikan formal ke jenjang lebih tinggi. Di bidang kewirausahaan, masyarakat desa dibekali pelajaran pemasaran produk hasil desa diantaranya sabun susu dan tepung sayur. Juga bagaimana mengelola pasar rakyat lebih baik. 

Di bidang lingkungan, dilakukan penataan jalur hijau dan membuat taman toga untuk menambah keindahan serta menambah pendapatan masyarakat. Hasilnya menggembirakan, selama Desa Menari Tanon menjadi KBA, jumlah pengunjung yang datang ke desa ini periode November 2016-Oktober 2017 meningkat pesat sekitar 2000 orang dan membukukan pendapatan sebesar Rp132.755.000. 

Masyarakat desa sangat bersyukur dengan berbagai pendampingan yang dilakukan oleh Astra di desa mereka. Tak terbayangkan oleh Trisno, taraf hidup masyarakat desanya menjadi meningkat di berbagai bidang kehidupan.

Perjalanan 60 tahun Astra sejak 1957 yang dilandasi filosofi Catur Dharma telah menginspirasi Indonesia lewat karya anak bangsa. PT. Berawal dari 4 karyawan, kini tumbuh menjadi grup perusahaan yang maju pesat dengan 208 perusahaan dan didukung 214.835 karyawan (sumber: www.astra.co.id). Sungguh perjalanan yang menginspirasi bahwa tak ada yang tak mungkin jika kita bekerja keras dan memiliki etos kerja yang baik.

Astra International Tbk tak hanya menghasilkan berbagai produk berkualitas, tapi juga memiliki kepedulian tinggi untuk mengubah nasib masyarakat sekitar lewat berbagai program CSR. Trisno bersyukur Astra menjadikan desanya sebagai kampung binaan Astra. 

Harapan Trisno dan warga Desa Tanon, mereka bisa lebih maju lagi dan mampu menginspirasi desa lain bahwa tak ada yang tidak mungkin, tinggal mencari tahu apa kelebihan kita dan mengembangkannya. 

Teruslah menari, Kang Trisno dan warga Tanon, gapailah masa depan kalian yang penuh kegemilangan!










Dewi Rieka

Seorang penulis buku, blogger dan suka berbagi ilmu menulis di Ruang Aksara

7 Comments

  1. Wah kok seru bgt ya, bisa ikutan nginep di rumah penduduk..

    ReplyDelete
  2. Proud of you Trisno. Jadi penasaran pengen berkunjung ke Tanon. Perlu dijadwalkan nih. Makasih sharenya mbak Dedew :)

    ReplyDelete
  3. Seru pisan, salut buat orang kaya mas trisno bisa menciptakan kreasi dan lapangan pekerjaan untuk penduduk di desanya, keren deh, wah ada pembuatan sabun juga bener kreatif deh 😊

    ReplyDelete
  4. Mantap memang mba, di usia pertumbuhan anak memang harus di perkenalkan dengan hal yang ceria dan positif

    ReplyDelete
  5. Salut dengan Mas Tarno. Tidak banyak orang seperti beliau. Sudah saatnya desa harus hidup kembali dan bisa menghidupinya sendiri, jadi urbanisasi bisa ditekan dengan baik. Hatur nuhun ceritanya, Teh Dewi ^_^

    ReplyDelete
  6. Luaarr biaasaaa inspiring banget

    ReplyDelete
Previous Post Next Post